Islam begitu indah
mengatur masa muda. Masa muda adalah waktu yang harus digunakan untuk giat
beramal shalih dan berfastabiqul khairat.
Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ
صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ
شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara : Waktu
mudamu sebelum datang waktu tuamu, Waktu sehatmu sebelum datang waktu
sakitmu, Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, Masa
luangmu sebelum datang masa sibukmu, Hidupmu sebelum datang kematianmu.”
(HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At
Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Hadits ini dikatakan shohih oleh
Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir)
Fase – Fase
kehidupan manusia disebutkan yakni dari keadaan lemah, kemudian kuat (masa
muda) dan kembali menjadi lemah.
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian
Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan
apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS.
Ar Ruum: 54)
Masa muda dikenal sebagai masa keemasan, kekuatan, inspirasi,
semangat, giat, waktu luang, kerja keras dan sebagainya. Namun tak jarang juga
disebut, bahwa seorang yang tua semangatnya masih/melebihi anak muda. Maka,
suatu hal yang rugi, ketika seorang yang memasuki masa muda, hanya menganggur
dan bermalas-malasan. Masa muda akan diuji oleh banyak hal seperti, masa luang
yang menyebabkan lalai, perasaan “budak cinta” yang membutakan, lagu k-popers
dan artis oppa oppa Korea yang seorang hingga merelakan waktu uang dan
segala yang dimiliki untuk mendapatkannya, kesombongan akan pengetahuan yang
dimiliki, merasa memiliki apapun sehingga membeli seenaknya, makanan fast
food yang menjadi favorit, tidak mau tahu dan tidak peka terhadap
lingkungan sekitar, gaya hidup dan fashion yang tinggi, hidup yang foya-foya
tanpa aturan agama. Na’udzu Billahi min dzalik.
Hidupnya kita sebagai hamba di dunia ini, telah Allah berikan
begitu banyak dan luasnya nikmat. Nikmat kesehatan, waktu luang, rezeki,
kehidupan yang nyaman dan sebagainya. Akankah kita menggunakan nikmat tersebut
dalam kebaikan. Disebutkan dalam Surat Ibrahim ayat 7 bahwasannya, barangsiapa
yang bersyukur maka Allah akan tambah lagi, begitu Maha Kuasa dan Maha Baiknya
Allah kepada para hamba-Nya.
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ
لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih".
Pertanyaannya yakni, apakah kita sudah menjadi hamba yang
pandai bersyukur dengan menggunakan nikmat yang diberi untuk memaksimalkan
sebaik-baik mungkin?
Nikmat yang
diberikan kepada seorang hamba, terutama di masa muda sekarang ini adalah suatu
kesempatan yang sangat besar. Akankah digunakan sebaik-baiknya? Akankah
memaksimalkan segala nikmat yang ada dengan potensi diri?
Segala hal yang
diberikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah titipan. Titipan akan
dimintai pertanggung jawaban-Nya kelak di akhirat.
ثُمَّ
لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
“Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan
(yang kamu megah-megahkan di dunia itu)”
(QS. At Takatsur: 8).
Ayat diatas
menjadi sebuah nasihat bagi diri, bahwasannya nikmat yang diberikan pasti akan
ditanya di akhirat nanti.
وَيَوْمَ
يُعْرَضُ الَّذِينَ كَفَرُوا عَلَى النَّارِ أَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِي
حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُمْ بِهَا فَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ
الْهُونِ
“Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke
neraka (kepada mereka dikatakan): “Kamu telah menghabiskan rezkimu yang baik
dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya;
maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan” (QS. Al Ahqaf:
20).
Ayat tersebut
mengingatkan kita semua, bahwasannya rezeki yang diberikan kepada hamba hanya
untuk bersenang-senang atau dimanfaatkan sebaik-baiknya?
Masa muda adalah
sebuah masa bagi seorang hamba untuk memaksimalkan segala nikmat yang diberikan
Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk menggali potensi diri yang dititipkan
oleh-Nya. Sebagai pemuda, kita jangan bermalas-malasan, gali potensi kelebihan
apa yang bisa kita pelajari, tingkatkan dan perdalam lebih dalam lagi sehingga
menjadi hal yang bermanfaat bagi diri pribadi bahkan orang lain.
“Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia”
(HR. Ahmad).
Bahwasannya
hubungan yang erat antara nikmat, potensi dan kebermanfaatan seorang pemuda di
masa mudanya. Apa yang ditanam di masa muda akan dipetik suatu saat nanti. Apa
yang ditanam kebaikan maka kebahagiaan akan dituai, ketika kejelakan yang
ditanam maka penyesalan akan dituai. Nau’udzu billahi min dzalik.
Ibnu
Mas’ud Rodhiyallahu anhu berkata :
فَمَنْ زَرَعَ
خَيْرًا يُوشِكُ أَنْ يَحْصُدَ رَغْبَةً ، وَمَنْ زَرَعَ شَرًّا يُوشِكُ أَنْ
يَحْصُدَ نَدَامَةً ، وَلِكُلِّ زَارِعٍ مَا زَرَعَ
“Barangsiapa
yang menanam kebaikan maka ia akan menuai kebahagiaan. Barangsiapa yang menabur
kejelekan maka ia akan menuai penyesalan. Setiap orang yang menanam akan menuai
hasil apa yang ia tanam.”
Az Zuhud karya Abu Dawud no 130
Kelebihan lain yakni orang lain akan mendapatkan banyak manfaat
dari yang kita tanam saat ini. Keutamaan yang luar biasa menjadi amal yang tak
akan terputus meskipun kita sudah meninggal.
Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah bersabda: "Apabila
manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu
sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakan
kepadanya." (HR Muslim).
Ditulis di Pondok Pesantren eLKISI Mojokerto Jawa Timur, 4 April 2023
Tidak ada komentar:
Posting Komentar