Selasa, 17 Desember 2019

Sepenggal Kisah Anak Rantau



Semilir angin menyelinap halus dengan tenangnya menambahkan kehangatan angin malam kala itu. Terpintas harapan jauh memandang di masa akhir duduk di bangku sekolah. Sempat terbayangkan akan hal besar yang harap-harap cemas untuk mendapatkannya. Namun semua itu terasa sirna tersimpan dalam lubuk hati terdalam. Gejolak amarah menggelora dalam diam penuh pertanyaan dalam hati.
            Ya, inilah kesibukan masing-masing nampak dari setiap kawan seperjuangan yang mondar mandir menuju salah satu tempat terfavorit di pesantren untuk mencari dan mendapatkan berbagai hal informasi dan yang amat dibutuhkan bagi santri akhir pesantren adalah universitas ternama dan terkenal seantero jagat raya Indonesia ini bahkan sampai luar negeri pula, yakni warnet sekolah. Kala itu aku sedang berdiri tegak sembari menghafal beberapa ayat-ayat Al-Qur’an didepan kelas bertingkat bangunan berwarna putih sembari tersenyum memperhatikan kertas-kertas formulir pendaftaran yang dibawa oleh kawan-kawan seperjuangan.
            Sedangkan diriku ini lebih memutuskan harapan orangtua untuk merantau jauh ke kota Jakarta. Ya, sempat terbayang seram dan takut dalam diri ini karena aku akan meninggalkan kota pelajar dan kota kelahiranku yang tersimpan banyak kenangan dan cerita indah. Aku akan mengikuti jejak kuliah kakakku, yakni STID Mohammad Natsir. Sebelumnya aku tak pernah mengenal universitas tersebut. Namun sejujurnya kebingungan melanda karena tak mungkin orangtua memperbolehkanku untuk kuliah di Yogyakarta yang hanya sekedar kuliah di universitas negeri. Terbayang-bayang perkataan ibu kala nasihat halusnya merasuk kedalam relung jiwa terdalam bahwa “merantaulah keluar kota dan carilah pengalaman yang banyak bekal masa mendatang lebih baik nak”.
            Aku hanya bisa mengungkapkan keinginan lewat diary hijau bertalikan pita. Kutuliskan beberapa impian ku yakni: menghafal Al-Qur’an, menjadi seorang psikolog, dokter, penulis dan motivator. Terkadang tawa itu terpecah malu kata mengingat akan banyaknya impian yang kuinginkan itu. Sembari ku duduk melamun didepan kelas. Derr, tiba-tiba sahabat karibku mengagetkanku. Sontak aku terdiam. “Mba zak, lagi ngapain?”. Tanya Rahma dengan penuh keheranan. “hmm, ngga papa ma”. Ucap ku dengan penuh malu. “Ayolah ceritakan padaku ada apa dengan dirimu?”ujar Rahma dengan lembutnya. “ini lho, lagi memikirkan impian ku dimasa depan nanti. Namun sepertinya semua itu tak mungkin”. Jawabku sembari terharu. “Mba, ojo ngomong koyo ngono, kabeh uwong duwe kesempatan dan pastine iso tercapai tentunya dengan izin Allah dan usaha, tawakal serta doa yang beriring. Ojo putus asa mba, aku yakin sampeyan bisa. Yakin tenanan mbak!!!” Jawab Rahma dengan logat jawa indonesianya. Membuat diri ini semangat terhibur dengan nasihat lembutnya. “ Terimakasih banyak Rahma, barakallah fiik” dengan bahagia ku berkata padanya. “wa fiiki barakallah, Mba”. Jawab Rahma dengan senyuman termanisnya.
            Seiring berjalannya waktu semakin mendekati hari yang dinanti-nanti di akhir masa santri. Sekitar seminggu sebelumnya, ini adalah waktuku dan icha untuk mengikuti tes universitas di Jakarta. Tak terbayang ketika kita sampai di kota metropolitan yang tak pernah kudatangi sebelumnya. Decak kagum saat kumelihat bangunan-bangunan tinggi menjulang terhampar di Kota Jakarta. Alhamdulillah, semua proses tes berjalan lancar sesuai kemampuan dan kemantapan kami.
            Hingga mendekati hari wisuda, aku masih dan akan terus bersikukuh untuk hanya memilih STID Mohammad Natsir, meski tes kelulusan belum juga diumumkan. Harap-harap cemas menanti jawaban yang belum pasti, karena pendaftar sekitar ratusan dan yang diterima sekitar puluhan. Sholat hajat selalu dan jarang absen kulaksanakan setiap harinya. Terkadang terbesit rasa ragu saat melihat kawan seperjuangan mendaftarkan diri mereka di berbagai universitas. Namun aku harus terus konsisten.
            Tibalah pula hari yang dinantikan kita semua dalam prosesi wisuda. Semua tangis tawa canda nan haru mewarnai hari bersejarah itu. Masing-masing Orangtua berdatangan tak melewatkan masa itu. Hal yang tersedih adalah ketika kita semua harus berpisah jauh. Semua tinggallah kenangan hangat yang terekam dalam setiap pribadi.
            Cerita baru nan haru pun bercampur. Saat pembicaraan kini telah beralih berbeda dengan pembahasan tempat kuliah selanjutnya. “Kawan kamu kuliahnya dimana?” atau “gemana sudah diterima di universitas yang diinginkan?” dan berbagai banyak pertanyaan yang terdengar diantara keramaian acara prosesi wisuda kala itu. Aku pun terus menguatkan diri .
            Sekitar 1 bulan setelah kelulusan pondok, aku terkadang rindu dan ingin kembali memutar episode kehidupan pesantren kala itu. Kini semua kawan seperjuanganku telah sibuk masing-masing menyiapkan segala hal untuk kelanjutan pendidikan. Aku dan Icha masing cemas menunggu hasil kelulusan kuliah. Dan tak ada tempat lain yang kami pilih bila tak diterima di STID. Bismillah, kami sama-sama terus berdoa dan bertawakal pada Sang Pemilik Segala Kekuasaan.
            Tak pernah kami kehilangan informasi kelulusan, karena adanya pengunduran pengumuman yang membuat kita semakin deg-degan. Hingga tiba pada suatu malam, malam itu keheningan malam menemani rasa penasaran dalam kesendirianku didepan laptop hitam milik bapak. Malam ini tepatnya malam pengumuman kelulusan tes masuk STID. Sembari ku meng chatt sahabat karib dan teman-teman lainnya harap-harap cemas ku menutup membuka mata membuka hasil. Saat aku membuka mata ini. Alhamdulillah bahagia nan haru kami berdua lolos tes. Bahagia sungguh. Allah sangat tahu hal yang terbaik untuk hamba-Nya. Disilah kumulai menyadari akan kejahilan diri.
            3 bulan berlalu dengan cepat, kulangkahkan kaki ini sungguh untuk merantau guna menimba ilmu ke kota Jakarta. Saat perjalanan pun kumulai sadar akan arti semua ini. Ini adalah jalan terbaik bagiku. Insyaa Allah.
            Hari demi hari kulalui banyak hal, telah banyak pelajaran kehidupan yang kudapatkan dan membuatku semakin tersadar akan harapan ini.
            Kala itu disamping bangunan tegak berwarna putih. Langit yang mulai gelap dengan bertaburkan rona hitam antara putih dan birunya langit seakan mengingatkanku tentang suatu hal, bahwa segala suka dan duka kehidupan indah diatas takdirNya namun keluhan seorang manusia terhadap kehidupan yang terus menghujam dinding kehidupan kian meretakkan nan kian merobohhkan. Astaghfirullah. Ketika rintikan hujan pun membasahi alam memberikan sumber kehidupan makhluk disegala penjuru tempat dan akan diakhiri dengan pelangi yang memancarkan keelokkannya semakin menguatkan diri ini bahwa keras, perih dan jua lelahnya dalam perjalanan menimba ilmu itu bukanlah hal yang mudah bahwa semua perjalanan panjang ini harus dilewati dengan perjuangan yang dibalut dengan kekuatan baja yang mengakar kuat dan hingga akhirnya nanti akan menuaikan hasil seindah pelangi yang menggembirakan hati atau bahkan mungkin lebih dari itu karena rencana Allah itu memang sangatlah indah dan tak terduga duga dan jua bahwa sebuah usaha tak akan pernah membohongi hasil. Diri ini pun teringatkan dengan sebuah mahfudzot yang bermakna “Barangsiapa menanam akan menuai”. Sudah seharusnya hati ini bersikap dewasa pula, karena perjalanan ini baru dimulai, masih pemanasan yang mantap agar kelak saat action nggak mudah tumbang. MaasyaAllah indahnya kuasa Sang Maha Pemilik jiwa, terpikat hati kala membaca ayat alam yang terhampar. Kembali senyum ini merekah dan menanamkan semangat yang kian menggelora untuk melanjutkan perjalanan panjang penuh perjuangan ini.
            Alhamdulillah. Insyaallah inilah jalan da’wah ku yang akan terlewati dengan pena pena mungil. Banyak hal yang telah kuikuti dari segi organisasi. Karena hal ini tak dapatkan di perkuliahan. Dari pengalaman ku belajar banyak hal. Alhamdulillah atas limpahan nikmat-Nya. Dari pengalaman menjadi mc saat acara-acara besar, bagian idzaah selama 2 semester, kompus bagian mading selama setahun, panitia-panitia saat dauroh, lomba-lomba, bagian muroqobah selama 1 semester, kemudian bagian sekretaris TPA, Kompus dan bahasa.
            Alhamdulillah banyak hal yang semakin menyadarkan diri akan harapan yang dulu pernah sempat terlintas akan tak tercapai. Mungkin ini sebagian sepenggal kisah perjalanan yang menjadikan bekal dimasa mendatang. Insyaallah. “Jazakillah Khiaran STID yang telah banyak mengajarkan banyak hal tentang kehidupan. Tempat dimana tak pernah kudapatkan sebelumnya. Masyaallah dosen-dosen, pengajar, staff dan semuanya yang mengajarkan banyak hal tentang kehidupan”. Gumamku dalam keheningan malam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar