Selasa, 17 Desember 2019

Sepenggal Kisah Anak Rantau



Semilir angin menyelinap halus dengan tenangnya menambahkan kehangatan angin malam kala itu. Terpintas harapan jauh memandang di masa akhir duduk di bangku sekolah. Sempat terbayangkan akan hal besar yang harap-harap cemas untuk mendapatkannya. Namun semua itu terasa sirna tersimpan dalam lubuk hati terdalam. Gejolak amarah menggelora dalam diam penuh pertanyaan dalam hati.
            Ya, inilah kesibukan masing-masing nampak dari setiap kawan seperjuangan yang mondar mandir menuju salah satu tempat terfavorit di pesantren untuk mencari dan mendapatkan berbagai hal informasi dan yang amat dibutuhkan bagi santri akhir pesantren adalah universitas ternama dan terkenal seantero jagat raya Indonesia ini bahkan sampai luar negeri pula, yakni warnet sekolah. Kala itu aku sedang berdiri tegak sembari menghafal beberapa ayat-ayat Al-Qur’an didepan kelas bertingkat bangunan berwarna putih sembari tersenyum memperhatikan kertas-kertas formulir pendaftaran yang dibawa oleh kawan-kawan seperjuangan.
            Sedangkan diriku ini lebih memutuskan harapan orangtua untuk merantau jauh ke kota Jakarta. Ya, sempat terbayang seram dan takut dalam diri ini karena aku akan meninggalkan kota pelajar dan kota kelahiranku yang tersimpan banyak kenangan dan cerita indah. Aku akan mengikuti jejak kuliah kakakku, yakni STID Mohammad Natsir. Sebelumnya aku tak pernah mengenal universitas tersebut. Namun sejujurnya kebingungan melanda karena tak mungkin orangtua memperbolehkanku untuk kuliah di Yogyakarta yang hanya sekedar kuliah di universitas negeri. Terbayang-bayang perkataan ibu kala nasihat halusnya merasuk kedalam relung jiwa terdalam bahwa “merantaulah keluar kota dan carilah pengalaman yang banyak bekal masa mendatang lebih baik nak”.
            Aku hanya bisa mengungkapkan keinginan lewat diary hijau bertalikan pita. Kutuliskan beberapa impian ku yakni: menghafal Al-Qur’an, menjadi seorang psikolog, dokter, penulis dan motivator. Terkadang tawa itu terpecah malu kata mengingat akan banyaknya impian yang kuinginkan itu. Sembari ku duduk melamun didepan kelas. Derr, tiba-tiba sahabat karibku mengagetkanku. Sontak aku terdiam. “Mba zak, lagi ngapain?”. Tanya Rahma dengan penuh keheranan. “hmm, ngga papa ma”. Ucap ku dengan penuh malu. “Ayolah ceritakan padaku ada apa dengan dirimu?”ujar Rahma dengan lembutnya. “ini lho, lagi memikirkan impian ku dimasa depan nanti. Namun sepertinya semua itu tak mungkin”. Jawabku sembari terharu. “Mba, ojo ngomong koyo ngono, kabeh uwong duwe kesempatan dan pastine iso tercapai tentunya dengan izin Allah dan usaha, tawakal serta doa yang beriring. Ojo putus asa mba, aku yakin sampeyan bisa. Yakin tenanan mbak!!!” Jawab Rahma dengan logat jawa indonesianya. Membuat diri ini semangat terhibur dengan nasihat lembutnya. “ Terimakasih banyak Rahma, barakallah fiik” dengan bahagia ku berkata padanya. “wa fiiki barakallah, Mba”. Jawab Rahma dengan senyuman termanisnya.
            Seiring berjalannya waktu semakin mendekati hari yang dinanti-nanti di akhir masa santri. Sekitar seminggu sebelumnya, ini adalah waktuku dan icha untuk mengikuti tes universitas di Jakarta. Tak terbayang ketika kita sampai di kota metropolitan yang tak pernah kudatangi sebelumnya. Decak kagum saat kumelihat bangunan-bangunan tinggi menjulang terhampar di Kota Jakarta. Alhamdulillah, semua proses tes berjalan lancar sesuai kemampuan dan kemantapan kami.
            Hingga mendekati hari wisuda, aku masih dan akan terus bersikukuh untuk hanya memilih STID Mohammad Natsir, meski tes kelulusan belum juga diumumkan. Harap-harap cemas menanti jawaban yang belum pasti, karena pendaftar sekitar ratusan dan yang diterima sekitar puluhan. Sholat hajat selalu dan jarang absen kulaksanakan setiap harinya. Terkadang terbesit rasa ragu saat melihat kawan seperjuangan mendaftarkan diri mereka di berbagai universitas. Namun aku harus terus konsisten.
            Tibalah pula hari yang dinantikan kita semua dalam prosesi wisuda. Semua tangis tawa canda nan haru mewarnai hari bersejarah itu. Masing-masing Orangtua berdatangan tak melewatkan masa itu. Hal yang tersedih adalah ketika kita semua harus berpisah jauh. Semua tinggallah kenangan hangat yang terekam dalam setiap pribadi.
            Cerita baru nan haru pun bercampur. Saat pembicaraan kini telah beralih berbeda dengan pembahasan tempat kuliah selanjutnya. “Kawan kamu kuliahnya dimana?” atau “gemana sudah diterima di universitas yang diinginkan?” dan berbagai banyak pertanyaan yang terdengar diantara keramaian acara prosesi wisuda kala itu. Aku pun terus menguatkan diri .
            Sekitar 1 bulan setelah kelulusan pondok, aku terkadang rindu dan ingin kembali memutar episode kehidupan pesantren kala itu. Kini semua kawan seperjuanganku telah sibuk masing-masing menyiapkan segala hal untuk kelanjutan pendidikan. Aku dan Icha masing cemas menunggu hasil kelulusan kuliah. Dan tak ada tempat lain yang kami pilih bila tak diterima di STID. Bismillah, kami sama-sama terus berdoa dan bertawakal pada Sang Pemilik Segala Kekuasaan.
            Tak pernah kami kehilangan informasi kelulusan, karena adanya pengunduran pengumuman yang membuat kita semakin deg-degan. Hingga tiba pada suatu malam, malam itu keheningan malam menemani rasa penasaran dalam kesendirianku didepan laptop hitam milik bapak. Malam ini tepatnya malam pengumuman kelulusan tes masuk STID. Sembari ku meng chatt sahabat karib dan teman-teman lainnya harap-harap cemas ku menutup membuka mata membuka hasil. Saat aku membuka mata ini. Alhamdulillah bahagia nan haru kami berdua lolos tes. Bahagia sungguh. Allah sangat tahu hal yang terbaik untuk hamba-Nya. Disilah kumulai menyadari akan kejahilan diri.
            3 bulan berlalu dengan cepat, kulangkahkan kaki ini sungguh untuk merantau guna menimba ilmu ke kota Jakarta. Saat perjalanan pun kumulai sadar akan arti semua ini. Ini adalah jalan terbaik bagiku. Insyaa Allah.
            Hari demi hari kulalui banyak hal, telah banyak pelajaran kehidupan yang kudapatkan dan membuatku semakin tersadar akan harapan ini.
            Kala itu disamping bangunan tegak berwarna putih. Langit yang mulai gelap dengan bertaburkan rona hitam antara putih dan birunya langit seakan mengingatkanku tentang suatu hal, bahwa segala suka dan duka kehidupan indah diatas takdirNya namun keluhan seorang manusia terhadap kehidupan yang terus menghujam dinding kehidupan kian meretakkan nan kian merobohhkan. Astaghfirullah. Ketika rintikan hujan pun membasahi alam memberikan sumber kehidupan makhluk disegala penjuru tempat dan akan diakhiri dengan pelangi yang memancarkan keelokkannya semakin menguatkan diri ini bahwa keras, perih dan jua lelahnya dalam perjalanan menimba ilmu itu bukanlah hal yang mudah bahwa semua perjalanan panjang ini harus dilewati dengan perjuangan yang dibalut dengan kekuatan baja yang mengakar kuat dan hingga akhirnya nanti akan menuaikan hasil seindah pelangi yang menggembirakan hati atau bahkan mungkin lebih dari itu karena rencana Allah itu memang sangatlah indah dan tak terduga duga dan jua bahwa sebuah usaha tak akan pernah membohongi hasil. Diri ini pun teringatkan dengan sebuah mahfudzot yang bermakna “Barangsiapa menanam akan menuai”. Sudah seharusnya hati ini bersikap dewasa pula, karena perjalanan ini baru dimulai, masih pemanasan yang mantap agar kelak saat action nggak mudah tumbang. MaasyaAllah indahnya kuasa Sang Maha Pemilik jiwa, terpikat hati kala membaca ayat alam yang terhampar. Kembali senyum ini merekah dan menanamkan semangat yang kian menggelora untuk melanjutkan perjalanan panjang penuh perjuangan ini.
            Alhamdulillah. Insyaallah inilah jalan da’wah ku yang akan terlewati dengan pena pena mungil. Banyak hal yang telah kuikuti dari segi organisasi. Karena hal ini tak dapatkan di perkuliahan. Dari pengalaman ku belajar banyak hal. Alhamdulillah atas limpahan nikmat-Nya. Dari pengalaman menjadi mc saat acara-acara besar, bagian idzaah selama 2 semester, kompus bagian mading selama setahun, panitia-panitia saat dauroh, lomba-lomba, bagian muroqobah selama 1 semester, kemudian bagian sekretaris TPA, Kompus dan bahasa.
            Alhamdulillah banyak hal yang semakin menyadarkan diri akan harapan yang dulu pernah sempat terlintas akan tak tercapai. Mungkin ini sebagian sepenggal kisah perjalanan yang menjadikan bekal dimasa mendatang. Insyaallah. “Jazakillah Khiaran STID yang telah banyak mengajarkan banyak hal tentang kehidupan. Tempat dimana tak pernah kudapatkan sebelumnya. Masyaallah dosen-dosen, pengajar, staff dan semuanya yang mengajarkan banyak hal tentang kehidupan”. Gumamku dalam keheningan malam.

Rabu, 30 Oktober 2019

KOMPUS Akhwat Sertijab


KOMPUS Akhwat STID Mohammad Natsir mengadakan Meet and Greet bertemakan “Bersama Kompus Kita Melangkah Perekat Ukhuwah Islamiyah” pada hari Kamis, 10 Oktober 2019 di Kelas 5 KPI. Acara ini merupakan agenda rutin KOMPUS Akhwat yang diselenggarakan setiap tahunnya dalam rangka pembacaan laporan kerja serta serah terima jabatan kepengurusan KOMPUS periode 2018-2019 kepada kepengurusan KOMPUS 2019-2020. Acara ini dimulai pukul 20:00 malam.
Di awal acara, Ukhti Mutiah Sholehah memaparkan laporan kerja dalam menjalani kepengurusannya pada tahun 2018-2019. Maasyaallah. Dalam kepengurusannya itu telah banyak sekali menorehkan karya-karyanya di KOMPUS dan banyak membantu perpustakaan Kampus Putri STID Mohammad Natsir. Dan juga karya terbarunya meme islami yang dicetuskan oleh Ukhti Ayu Yasinta dan dibentuknya Bagian baru yakni, Tim Komik.
Setelah pemaparan beliau kemudian dilanjutkan dengan pembacaan kepengurusan KOMPUS Akhwat STID Mohammad Natsir Tahun 2019-2020. Eva Yulia sebagai Ketua , Zakiyah Al Azizi sebagai sekretaris dan Refni Zega sebagai Bendahara dan terbagi menjadi 6 tim yakni, Tim Mading, Komik, Library Corner, Lomba dan PubDok, masing-masing tim diketuai oleh semester 3 yang telah masuk KOMPUS sejak tahun 2018-2019 dibawah bimbingan serta arahan keluarga kompus tahun lalu. Keluarga baru kompus tahun ini terdiri dari 10 orang yakni, 3 orang semester 3 dan 7 orang semester 1. Mereka adalah Ai Siti Jenab, Khusnul Cholifah, Kartini, Rini Dwi Utami, Erinne Claufalia, Apriana Tri R, Intan Fidaun Nufus, Anita Safitri, Salma Nur Kamilah Al Fagori dan Rizka Nur Halimah.
Kemudian ketua baru KOMPUS tahun 2019-2020 Eva Yulia, memberikan sambutannya “Bahwa kita adalah satu bangunan yang harus saling merangkul satu sama lain. Kita harus saling mengingatkan serta menasehati dalam menjalani jalan da’wah ini. Mari kita jalin kebersamaan dan pererat ukhuwah Islamiyah ini”.
Dalam acara ini dihadiri sekitar 30 orang yakni, Ukhti Dian Kurniati, selaku Staff Bagian perpustakaan, dan keluarga KOMPUS dari angkatan pertama tahun 2013-2019. Alhamdulillah dari setiap angkatannya pula diberikan kesempatan untuk memberi sambutan dan kesan pesannya selama menjadi bagian dari keluarga KOMPUS. Sehingga menambah suasana kehangatan acara ini dan dari setiap sambutan memberikan semangat bagi setiap individu yang hadir dalam acara ini.
Dan juga acara meet and greet ini berlangsung dengan harmonis karena juga bentuk ruangan serta posisi yang dibuat melingkar menjadi beberapa bagian yang dimana dalam bentuk tersebut terdiri dari semua semester sehingga adanya cerita serta canda tawa hangat diantara mereka.
Sebuah ungkapan dari salah satu keluarga kompus angkatan pertama yang ikut hadir dalam acara ini. “Alhamdulillah KOMPUS kini telah banyak mengalami peningkatan yang sangat drastis dan baik dan janganlah kalian melupakan sejarah JASMERAH, karena saya mewakili angkatan pertama sebagai pondasi dan kalian kini telah membuat bangunan yang kokoh. Masyaallah. Dan juga KOMPUS sangat memberikan kenangan tersendiri bagi saya pribadi, ketika membuat mading itu dijadikan hiburan dalam melewati kepadatan saat menjadi mahasiswi dulu”. Ujar Ukhti Linda dengan penuh semangat bahagia nan haru.
Penutupan acara berlangsung setelah sambutan demi sambutan serta kesan pesan dari setiap angkatan keluarga KOMPUS. Acara diakhiri dengan makan serta sesi foto bersama. Acara berakhir pukul 22:00 malam.


Sabtu, 07 September 2019

Cerpen


Tersirat Makna Dibaliknya
Semburat memerah menyelimuti langit bumi menyinarkan cakrawala kehidupan, kicauan burung nan tasbih menggema bersama gemericik embun dedaunan yang berjatuhan dan tak kalahnya lambai pepohonan meramaikan suasana dengan sejuknya hawa yang segarnya menyejukkan hati. Dibalik tirai kehidupan derit klakson yang berbunyi pertanda awal pagi di kota metropolitan ini.
            Sejenak kuterdiam memandang langit bumi yang indah dibalik bangunan kokoh bercat putih, dalam gumamku terpikirkan akan keadaan kini yang telah terlewat hari yang berlalu dan tak terulang kembali dimana hari-hari penuh canda tawa, suka duka dan pahit manisnya kehidupan mewarna.
            Sembari kumelihat kalender putih itu, menghitung bulan yang telah berlalu, kutersenyum dan dari hatiku terdalam bertanya tanya sendiri bukankah diri ini begitu tercengang ketika 7 bulan sudah ku berada di tempat perjuangan ini begitu tak terasa waktu berjalan mengitari roda kehidupan dan semua kan menjadi saksi bisu perjuangan bersama para mujahidah dakwah disini.
            Langit yang mulai gelap dengan bertaburkan rona hitam antara putih dan birunya langit seakan mengingatkanku tentang suatu hal, bahwa segala suka dan duka kehidupan indah diatas takdirNya namun keluhan seorang manusia terhadap kehidupan yang terus menghujam dinding kehidupan kian meretakkan nan kian merobohhkan. Astaghfirullah. Ketika rintikan hujan pun membasahi alam memberikan sumber kehidupan makhluk disegala penjuru tempat dan akan diakhiri dengan pelangi yang memancarkan keelokkannya semakin menguatkan diri ini bahwa keras, perih dan jua lelahnya dalam perjalanan menimba ilmu itu bukanlah hal yang mudah bahwa semua perjalanan panjang ini harus dilewati dengan perjuangan yang dibalut dengan kekuatan baja yang mengakar kuat dan hingga akhirnya nanti akan menuaikan hasil seindah pelangi yang menggembirakan hati atau bahkan mungkin lebih dari itu karena rencana Allah itu memang sangatlah indah dan tak terduga duga dan jua bahwa sebuah usaha tak akan pernah membohongi hasil. Diri ini pun teringatkan dengan sebuah mahfudzot yang bermakna “Barangsiapa menanam akan menuai”. Sudah seharusnya hati ini bersikap dewasa pula, karena perjalanan ini baru dimulai, masih pemanasan yang mantap agar kelak saat action nggak mudah tumbang. MaasyaAllah indahnya kuasa Sang Maha Pemilik jiwa, terpikat hati kala membaca ayat alam yang terhampar. Kembali senyum ini merekah dan menanamkan semangat yang kian menggelora untuk melanjutkan perjalanan panjang penuh perjuangan ini.
            Kala dingin menusuk tulang, enggan rasanya terbangun dari bunga mimpi panjang ini. Namun segera ku tersadar untuk bermesra dalam sunyinya waktu itu bersama Sang Penggenggam jiwa. Suasana sejuk nan hawa segar ini membawakan aroma kerinduan yang mendalam pada diri ini. Disinilah kala waktu kerinduan pada keluarga yang dapat tertumpahkan. Adakala waktu lainnya yakni, penantian mahasiswi menghitung dan menunggu hari ahad tiba, dimana hari yang dinantikan kehadirannya untuk sejenak melepas kerinduan pada orangtua tersayang. Cukup dengan 10 menit mereguk keberkahan mengilangkan sejenak kerinduan yang tertahan dan itupun terkadang khilaf diri melebihi waktu segera cepat ku harus tersadar akan kekhilafan itu karena itu adalah sebuah kedzaliman yang sudah seharusnya tidak dilakukan oleh seorang muslimah sejati. Inilah masa pesmi yang selalu dirindukan. Disini ku dapat mengambil hikmah kehidupan yang amat besar dibaliknya. Sesekali tangis itupun terpecah saat rasa itu menggelora dalam dada kuteriakkan dihati akan rindu yang tak tersampaikan. Saat ini mulai tersadar bahwa susahnya kawan ketika ingin menghubungi orangtua. Ini adalah hal besar yang patut disyukuri bagimu bahwa nikmat Allah yang melimpah ruah hanya tinggal diri ini yang harus banyak belajar dari lingkungan untuk mengambil pelajaran berharga, akupun semakin memahami bahwa hanyalah dengan doa yang akan dapat meredam luka rindu, mempererat persaudaraan dan dengannya pula mendekatkan yang jauh.
            Berjalannya diri ditengah bangku perkuliahan yang kian menyibakkan keseriusannya, kini ku mendapatkan suatu hal yang berbeda sungguh hal yang amat mengagumkan dan mematrikan sebuah memori kenangan. Dimana Sang penerang diri yang amat sangat mencontohkan kewibawaannya, mengajarkan dengan penuh tulus dan semangat yang tak pernah rapuh walaupun tak faham fahamnya nya mahasisiwi tetap beliau kobarkan semangatnya mendidik kami dengan senyuman kebahagiaan, sentuhan halus kelembutan dan tak telak pula goncangan milyaran untaian kata hikmah menerobos halus perlahan kedalam hati terdalam kami, sungguh ini adalah suatu hal yang amat sangat berharga. Dihiasi pula dari cerita perjalanan hidup pahit beliau-beliau yang dihiasi dengan milyaran ujian kehidupan yang beliau-beliau jalani dengan penuh kesabaran dan senyuman ketulusan yang terdengar olehku dari setiap pelosok kampus semakin mengobarkan semangat tinggi kami.
            Usainya hari perkuliahan yang sejenak ini dibalik bangunan bercat putih itu kumenikmati sunyinya sore di tengah padatnya kota metropolitan ini, dengan membawa beberapa tumpukan buku serta pegangan hidup seorang muslimah sejati kumemandangi hijaunya beberapa pepohonan dan langit yang terhampar dengan mega yang menghias. Waktu kian berlalu hingga kutenggelam dalam kenyamanan ini. Kudengar suara langkah kaki di kelas panggung seketika ku menolehkan arah datangnya ramai suara itu dan seakan hal itu menampar hati egoku yang terdalam dimana nikmat waktu luang yang telah diberikan padamu amat besar, hanya terkadang kau belum mengetahui hakikat nikmat itu dengan baik. Karena dibalik kehidupan terdapat makna besar bagi yang mau mengambilnya namun karena diri yang tidak memperhatikan sehingga tak tersadarkan. Maka dari itu perhatikanlah sekitar dengan baik dan teliti serta ambillah hikmah sebanyak-banyaknya!
            Sudah sewajarnya setiap dari insan mendapat sebuah amanah dan wajib baginya untuk menjaga. Amanah adalah suatu titipan illahi yang harus disampaikan ataupun digunakan untuk hak-haknya, walaupun itu sekecil bak semut dibalik ranting pepohonan yang rasanya tak nampak di mata para insan ataupun makhluk lainnya. Tak cukup bila rasanya ku sebutkan satu persatu, hanyalah satu yang diambil dari kehidupan disini dengan adanya sebuah piket harian mahasiswi dimana kita diamanahi untuk melakukannya dengan segenap kesadaran masing masing individu dan tugasnya pengurus hanyalah mengingatkan kami itupun tak dapat semua terkontrolkan karena sudah sewajarnya sebagai seorang muslimah sejati menjalankan amanah sebaik mungkin namun tak luput dari itu adakalanya sebuah kekhilafan seseorang. Semua itu dapat kita kontrolkan dengan baik, diri ini pribadi melakukan melalui adanya mutaba’ah harian da’iyah pribadi mengajarkan diri untuk membuat sebuah muhasabah piket, darinya kita dapat terus mengintropeksi diri dan menjadi lebih baik untuk kedepannya. Nah segala hal memanglah banyak terdapat hikmah yang tak nampak kembali nyalah ke diri kita masing-masing yang ingin memperhatikan ataukah tidak.
            Kulangkahkan kaki dengan semangat yang kian meronta menuju sebuah tempat tumpukan barisan rapi teman terbaik dalam hidup disini kutemukan sebuah kehangatan yang terbalut dalam keluarga komunitas ini yang terkumpulkan masing-masing individu yang sama-sama memiliki kesukaan yang sama dan jua mempunyai tujuan yang sama untuk menyuburkan tanah dakwah diseluruh penjuru alam dengan karya-karya yang dimilikinya. Kuteringat sebuah kata bijak seseorang bahwa dengan “menulis dunia akan mengenal kita dan dengan membaca kitapun akan mengenal dunia”. Komunitas inilah yang disebut KOMPUS yang telah banyak mengajarkan dan menyadarkan diri dalam kehidupan ini, dimana yang telah mengukirkan saksi bisu perjuangan dakwah kami yang banyak memberi kenangan yang indahnya tak dapat  terucapkan oleh kata-kata. Darinya pula dibimbing oleh seorang guru kehidupan dalam menjalani komunitas ini. Kami saling melengkapi dan belajar sesama. Yang paling terkesan adalah ketika bermalam dengan jalan dakwah kami bersama komunitas ini. Proses kami tak terlihat namun dimana hasilnya yang harapannya agar menjadi penyalur media dakwah dan penginspirasi para insan.
            Beranjak darinya, dengan bermodalkan lembaran kertas dan setetes tinta dalam genggaman diri, semangat kian mengobarkan api ide dan gagasan diri untuk terus menekuni dunia penulisan sebagai ladang latihan dakwah dimasa mendatang nantinya. Disini kutemukan pelajaran amat berharga semakin menyemangati diri ini untuk menggeluti dunia kepenulisan, itulah sebuah cita-cita yang sempat akan terhapuskan dalam kalbu kian harap. Disini Allah tunjukkan cahayaNya yang terangnya menerangi bilik kehidupan di tempat perjuangan ini, dengan adanya buku harian seorang da’iyyah Ilallah memberikan motivasi tersendiri bagiku untuk terus menulis dan tak terus hingga tak terhenti begitu saja. Memang jalan yang Allah berikan adalah yang paling terindah dengan caraNya yang terindah terkuak kado yang menakjubkan persada bumi.
            MasyaAllah, cahaya Illahi telah menerangi dengan pancarannya yang meronakan kebahagiaan dalam setiap dinding kehidupan. Bukankah rasa syukur itu seharusnya terucap dan tak terhenti hingga kapanpun dengan diiringi oleh bunga ketakwaan yang harumnya tercium hingga seluruh penjuru alam dihiasi dengan rasa malu akan nafsu kemaksiatan dan saling bersikap baik dengan sesama insan bahkan seluruh makhlunya, walaupun kira disakiti tetaplah tersenyum dan membalas nya dengan semerbak kasih sayang dan jika ada keluhan yang akan terlontarkan cobalah ingat kembali bahwa jutaan bahkan lebih tak terhitung nikmat melimpah ruah yang diberikan tak sepadan dengan apa yang akan kita keluh-keluhkan. Bukankah seperti itu seorang muslimah sejati yang sesungguhnya?
The End
#Terkadang manusia meremehkan hal kecil dalam kehidupan padahal sejatinya dari situlah  kau dapat mengambil makna kehidupan yang sesungguhnya
#Belajarlah dari sekitar! Amati, perhatikan dan ambillah pelajaran darinya
#Belajarlah dimanapun kalian berada dan dengan siapapun
#Dibalik tirai kehidupan terdapat makna indah yang tersirat
at STID Mohammad Natsir